
Dalam wacana pendidikan, isu disiplin siswa kerap kali menjadi perhatian utama. Dengan adanya argumen untuk menghidupkan kembali praktik hukuman rotan, pendidikan di Malaysia kini dihadapkan pada pertanyaan krusial: apakah tindakan tersebut relevan dalam konteks modern? Hukuman rotan, yang dulu merupakan alat disiplin tiada banding, kini dikritisi oleh berbagai pihak dengan beragam sudut pandang, baik dari perspektif pendidikan, hukum, maupun psikologi.
Baca juga: Kisah Pilu Jamaah Umrah Makassar yang Terlantar di Balik Kota Suci
Urgensi Mengembalikan Hukuman Rotan
Sebagian pakar pendidikan berpendapat bahwa tanpa penegakan disiplin yang tegas, seperti melalui hukuman rotan, sistem pendidikan berpotensi melemah dalam fungsi sosialnya. Dr. Roslizam Hassan dari Universiti Teknologi Malaysia menyoroti kebutuhan untuk memberikan garis batas yang jelas bagi para pendidik agar hukuman tersebut tidak disalahgunakan. Bagi Roslizam, rotan bukanlah tentang menimbulkan rasa sakit, melainkan sarana untuk menumbuhkan rasa hormat dan mematuhi aturan. Namun, ia menegaskan pentingnya pelaksanaan yang bertanggung jawab dan berlandaskan etika.
Tantangan Hukum dan Pelaksanaan
Meski hukuman rotan masih diizinkan secara legal, pelaksanaannya dibatasi hanya untuk situasi tertentu dan dilakukan oleh pihak berwenang seperti kepala sekolah. Kerapkali, ketakutan akan implikasi hukum dari pihak orang tua menyebabkan guru ragu untuk mengambil tindakan tegas. Dalam sistem yang demikian, ada bahaya penyimpangan di mana guru tidak dapat menjalankan fungsi kontrol sosial secara efektif. Oleh karena itu, terdapat usulan untuk memperkuat perlindungan hukum bagi guru yang menegakkan disiplin dengan maksud mendidik, situasi yang sesungguhnya berisiko dan memerlukan kebijakan yang matang.
Perdebatan Pendidikan Emosional
Sebaliknya, mantan Kepala Pendidikan Malaysia, Tan Sri Alimuddin Mohd Dom, menekankan bahwa pendekatan disiplin masa kini harus mempertimbangkan kondisi emosional siswa. Ia menekankan pendidikan harus menghindari tindakan fisik dan lebih fokus pada pembinaan melalui nasihat dan diskusi konstruktif. Hal ini menggarisbawahi pentingnya pemahaman mendalam mengenai psikologi anak-anak dalam konteks pendidikan modern, di mana pendekatan pedagogis harus lebih empatik dan suportif.
Pentingnya Pendidikan Nilai dari Rumah
Pendidikan nilai dan agama yang dimulai dari rumah juga dinilai krusial oleh banyak kalangan. Persepsi bahwa sekolah bukan semata-mata sebagai wajah untuk menggantikan peran keluarga mendukung argumentasi terhadap pentingnya kerjasama antara keduanya. Di sinilah peran orang tua dan sekolah harus saling melengkapi dalam membentuk karakter anak-anak. Melalui pendekatan ini, diharapkan penguatan disiplin dapat dimulai sejak dari lingkungan keluarga sebelum dibawa ke lingkungan sekolah.
Menyelaraskan Pendekatan Disiplin dengan Kesejahteraan Sosial
Pakar menunjukkan bahwa isu sosial di kalangan remaja tidak bisa diselesaikan melalui pendekatan unilateral semata. Kerjasama multi-pihak antara sekolah, masyarakat, dan lembaga penegak hukum menjadi penting untuk memupuk kesadaran dan mengedukasi anak-anak tentang konsekuensi tindakan mereka. Program seperti ceramah, lokakarya, dan kolaborasi eksternal dapat berfungsi sebagai penopang dalam membentuk perilaku sosial dan moral yang lebih baik di kalangan siswa.
Mencari Keseimbangan Antara Tegas dan Toleran
Sistem pendidikan masa depan harus berupaya menemukan keseimbangan antara penegakan disiplin yang efektif tanpa mengabaikan kebutuhan emosional anak. Konteks pendidikan tidak hanya sekedar menanamkan kepatuhan terhadap aturan tetapi juga memastikan terwujudnya rasa aman, saling menghargai, dan pengembangan karakter pribadi dan sosial yang berkelanjutan. Diskusi lebih lanjut secara komprehensif di antara para ahli dari berbagai bidang menjadi kebutuhan mendesak untuk menemukan jalan tengah yang terbaik.
Baca juga: Gelapnya Malam di Palangka Raya: Ujian Ketahanan Warga Tengah
Pada akhirnya, penting bagi kita untuk mengevaluasi pendekatan disiplin dalam pendidikan dan mempertimbangkan dampak jangka panjangnya terhadap pembentukan generasi mendatang. Memastikan bahwa setiap langkah yang diambil tidak hanya memperbaiki masalah yang dihadapi saat ini, tetapi juga memupuk generasi yang mampu menghadapi tantangan masa depan dengan bijaksana dan matang.